Bab 1
Pangeran Mangani (2)
Seorang pengunjung tak terduga mendatangi fasilitas mana heart hari ini.
“Yang Mulia akan tiba! Bergegas dan rapikan pakaian kalian ! Persiapkan diri untuk kedatangan Yang Mulia!" bergema di aula ketika para pekerja mencoba yang terbaik untuk terlihat rapi di hadapan pangeran.
Dari raut wajah mereka, orang bisa berasumsi bahwa mereka berpikir fasilitas mana heart adalah tempat terakhir untuk bisa bertemu dengan Pangeran Adrian, terutama setelah pengalamannya hampir mati.
"Oh tidak, mengapa pria ini tidak hati-hati bahkan setelah ia hampir mati?" Aku tersadar mengatakan tebakanku dengan keras.
Pelayan yang membantu manajer umum menatapku dan tersipu.
Aku ingat situasi ku, bagaimana pangeran meninggal di ujung pedang ku. Dan bagaimana tubuhnya menjadi milikku sekarang. Menutup mulut sepertinya hal yang benar untuk dilakukan sekarang.
“Kau bisa pergi sekarang. Yang Mulia Raja, membutuhkan layanan mu." Nogisa mengusir pelayan itu dan mengalihkan perhatiannya padaku, tak senang.
"Kenapa Anda pura-pura tak tahu?" Suara Nogisa terdengar tak sabar, hampir kecewa.
Berdasarkan situasinya, aku bisa menebak bahwa Nogisa adalah guru pangeran yang tubuhnya ku ambil alih. Aku tak tahu apa yang dia ajarkan kepada pangeran, dan aku tak bisa berpura-pura tahu bahkan jika aku mau.
"Yang Mulia?" ekspresinya berubah. Ia menatapku seolah ia melihat sesuatu yang aneh. Aku bisa merasakan matanya menyelidiki ku, mencari keanehan untuk dianalisis.
"Mungkin trauma dari insiden itu mengacaukan ingatan Anda," katanya, "dan Anda mungkin tidak ingat segalanya tentang siapa diri Anda."
Amnesia adalah alasan yang dengan mudahnya disuguhkan padaku di atas piring perak. Akhirnya aku punya alibi.
"Aku rasa?" aku menjawab, pura-pura bingung.
Nogisa meminta sedikit kue beras dari salah satu pelayan. Tapi sebelum ia bisa menikmati makanannya, raja tiba.
Mau tak mau aku mengagumi raja saat aku melihatnya memasuki aula. Dia adalah seorang pria paruh baya yang brilian berdiri dengan bangga dan tinggi di antara para pelayannya — kebalikan dari putranya yang kehilangan nyawanya karena kecerobohannya.
Bertemu dengan Pangeran Adrian membuatku berpikir bahwa mungkin selama berabad-abad aku tetap tertidur di sarungku, garis keturunan teman lamaku jatuh dari singa perkasa menjadi kucing yang mengerut. Namun, raja di depan ku tampaknya tak kekurangan karisma dan martabat yang dibutuhkan untuk memimpin seluruh negeri.
“Kau terlihat jauh lebih baik daripada yang ku dengar,” kata raja, kata-katanya penuh dengan kasih sayang untuk seorang putra yang hampir lenyap.
"Kau bahkan tak menyapa ayahmu," lanjutnya, "Kupikir kau akan mati."
"Yang Mulia, tampaknya Pangeran Adrian kehilangan ingatannya karena kecelakaan itu," jawab Nogisa untukku.
Raja menoleh ke arahku, menunggu konfirmasi. Aku mengangguk.
"Ya Tuhan! Bagaimana ini bisa terjadi?" Raja berseru, kehilangan sedikit ketenangannya, “Mengapa aku tidak segera diberitahu? Panggil dokter untuk mencari tahu cara memperbaikinya!"
Ui-Yu tiba pada saat itu juga.
"Saya tidak dapat menemukan kelainan apa pun di kepala Yang Mulia," lapor Ui-Yu, "hilangnya ingatan sementara mungkin karena syok mental."
"Hilang ingatan ..." kata-kata raja bergulir di lidahnya, matanya menatapku. Seolah-olah dia tahu bahwa mata dingin ini bukan milik putranya yang malang, melainkan milik orang lain.
Semakin lama dia menatap, semakin aku yakin dia memperhatikan. Aku gugup, dan sebagian dari diri ku menunggunya berteriak, 'siapa kau, dan di mana anak ku?!'.
Tapi dia tidak melakukannya. Tak ada lagi keraguan di matanya, hanya semburat kemarahan.
“Terkadang, kita bisa membuat pilihan yang salah. Kadang-kadang, kita berperilaku ekstrim. Tapi ada sesuatu yang bisa dipelajari dari semua ini. Yang penting kita tak mengulangi kesalahan yang sama.” Raja berkata.
Tiba-tiba, kemarahannya dalam suaranya semakin kuat, “Tapi sepertinya kau sudah melupakan semua itu. Sejak kejadian itu, kau belum mengambil satu langkah maju pun dari kesalahan terakhirmu."
Kata-katanya, meskipun dalam, terdengar lebih seperti omelan daripada celaan.
"Yang Mulia, tolong tenang," desak yang lain di ruangan itu.
Raja terdiam, tapi rasa dingin tak meninggalkan matanya.
Setelah prosa sang raja, aku berpikir bahwa seluruh istana akan memandang rendah diriku sebagai pangeran rakus yang tak melakukan apa pun selain mempermalukan ayahnya yang mulia, tapi ternyata mereka cukup ramah. Namun, tetap tak bisa disangkal bahwa beberapa orang memandang ku dengan jijik. Hidup dalam tubuh seorang pangeran tak semudah yang ku kira.
Sebelum pergi, raja menatap ku untuk terakhir kalinya, mungkin mencoba mendapatkan satu kesempatan terakhir menemukan bagian yang hilang untuk membuktikan bahwa orang di depannya bukan lagi putranya.
Yang bisa ku lakukan hanyalah menghela nafas lega saat ia dan para pengawalnya meninggalkan ruangan. Giliran Nogisa lagi kali ini untuk menusukku dengan tatapannya yang teliti sebelum pergi.
Ratu tiba tak lama.
"Aku mendengar tentang kondisi mu dalam perjalanan," katanya, "Aku mengerti jika kau merasa sedikit bingung sekarang."
Tidak seperti raja yang menghadapi situasiku dengan amarah, dia menemuiku dengan air mata.
"Ingatanmu akan segera kembali," katanya dengan nada hangat, "akan menjadi masalah serius jika kau tak mengingat apapun."
Setelah semua penghinaan yang ku hadapi hari ini, kelembutannya membuat ku terkejut. Itu membuat ku tak nyaman mengetahui bahwa diriku adalah senjata yang mengakhiri hidup putranya dan alasan mengapa ia berada di posisinya sekarang —hal itu dan fakta bahwa aku terlalu tua untuk dimanjakan seperti ini. Aku menutup mulutku dan terus mendengarkannya.
Matahari sudah terbenam saat pembicaraan panjang dengan ratu berakhir. Baru saat itulah aku punya waktu untuk mengerjakan tujuan ku yang sebenarnya — pengembangan mana.
"Yah, lemak ini akan menjadi masalah besar," kataku pada diri sendiri.
Sudah-sudah, rintangan pertama yang besar. Tak peduli seberapa keras aku mencoba, tubuh ini tak kan mampu menerima mana. Aku tak punya pilihan selain menerima kenyataan bahwa aku harus terlebih dulu memperbaiki tubuh berkualitas ini sebelum siap menerima mana.
"Ku berharap aku punya tubuhku sendiri," aku tak bisa menahan diri untuk tak bergumam sendiri. Sejauh menyangkut mana, itu sebuah kemustahilan.
Kehilangan tubuh asli ku adalah sebuah tragedi. Semua mana yang telah ku kumpulkan selama ratusan tahun hilang dan lenyap terlupakan. Hari terus berjalan dengan upaya yang sia-sia untuk menyerap mana.
"Yang Mulia, sang Ratu, telah mengirim makanan khusus untuk mengisi kembali kekuatan Yang Mulia," kata pelayan itu.
'Boyangsik' yang dikirim oleh ratu seperti hujan di tanah tandus. Ia berisi sejumlah yang mengejutkan, mana yang halus dan murni.
"Saya bisa membantu Yang Mulia jika Anda berkenan," kata pelayan itu, malu. Dia khawatir aku tak bisa atau tak mau makan.
Tentu saja, aku punya niat untuk memakannya. Tanpa menunggu sepatah kata pun, aku mengambil piring dari tangannya dan memakannya sampai habis. Aku menyuruhnya pergi tak lama setelah itu, ingin ditinggalkan sendirian sehingga aku bisa memeriksa manaku.
Aku bisa merasakan mana yang berputar-putar di sekitarku. Aku tak ragu untuk menarik mereka ke satu tempat, di dada kiri ku, di mana jantungku berada. Tapi seperti sebelumnya, sebagian besar mana menolak untuk menetap di tubuh ini. Mereka menghilang ke udara. Namun, menahan secara paksa mana yang telah memasuki tubuh ini bukanlah tugas yang sulit.
Sedikit Mana yang bisa ku kumpulkan menetap di tubuh. Tapi itu masih belum cukup, dan bahkan akan hancur lagi setelah sehari. Tetap saja, mana adalah mana, tidak peduli seberapa kecilnya.
Aku memanggil pelayan dan meminta lebih banyak jenis makanan yang ia kirimkan sebelumnya Matanya terbuka lebar atas permintaanku.
***
Aku makan beberapa porsi makanan yang dikirim oleh ratu. Berkat itu, koleksi mana ku meningkat secara drastis, dan aku akhirnya mengumpulkan cukup mana untuk menempa mana heart yang baru.
Aku segera menginstruksikan pelayan untuk tidak membiarkan siapa pun memasuki kamar tanpa ijin dariku. Aku perlu sepenuhnya sendirian sehingga bisa berkonsentrasi untuk menempa mana heart yang baru.
Setelah ratusan tahun menempa mana heart, orang akan mengira itu akan tugas sederhana bagi veteran seperti ku. Mungkin sesuatu bahkan sesuatu yang seharusnya bisa kulakukan dengan mata tertutup. Tapi sesungguhnya, itu adalah cerita yang berbeda sama sekali.
"Agh!" Aku menjerit karena rasa sakit yang tiba-tiba di dadaku. Saat mana tercerai berai selama pembuatan mana heart, area di mana mana melompat, disana akan terasa sakit yang luar biasa.
Rasa sakit yang disebabkan oleh fluktuasi mana ini menyakitkan, tapi tak sebanyak rasa sakit yang disebabkan oleh rasa malu. Ini adalah pertama kalinya aku gagal membuat mana heart.
'Ah! Kupikir aku terbakar! '
"Kupikir dadaku akan meledak!"
Di kepalaku, aku bisa mendengar jeritan mantan juara yang menggunakanku dalam pertempuran — semua orang yang memaksaku untuk membuat mana heart. Menempa mana heart juga menyakitkan bagi mereka, aku kini menyadarinya. Aku mengabaikan ini sebelumnya, saat aku masih menjadi pedang karena aku tak punya tubuh manusia untuk merasakan sakit. Aku tak punya darah untuk ditumpahkan, tak ada air mata untuk menangis, atau rasa sakit untuk dirasakan saat itu.
'Hentikan!' kataku pada diriku sendiri. Aku perlu berkonsentrasi. Tak seperti pemilik ku sebelumnya yang meminta ku untuk membantu mereka mengontrol mana, aku tak punya siapa-siapa. Jika aku kehilangan akal sehatku saat melakukan ini, mana akan mengalir balik, dan konsekuensinya akan mengerikan.
Dengan setiap ons keberadaan ku, aku mati-matian berpegangan pada setiap titik mana di tubuhku sampai akhirnya aku berhasil menempa mana heart yang baru.
"Aku melakukannya!" Meskipun aku sebelumnya telah membuat mana heart yang tak terhitung jumlahnya, hal ini tetap membuatku bersorak dengan kepuasan. Aku membuat ini untukku, dan diriku seorang! Gagasan telah membuat sesuatu untuk diriku sendiri setelah berabad-abad hanya diperlakukan sebagai benda terasa tak nyata.
[Mana Heart berhasil dibuat.] Suara bagai mimpi berbisik.
Mendengar kalimat itu menggandakan kepuasan ku. Namun, kepuasan ini berumur pendek segera setelah aku menyadari bahwa pesan itu adalah pesan status yang sama seperti semua yang telah aku kirimkan pada tiap mantan tuan ku saat aku masih menjadi pedang.
[Mengistirahatkan koneksi dengan akar sumber.]
"Tunggu, apa?" kebingungan mengelilingi ku saat pesan baru muncul entah dari mana.
[Koneksi telah dipulihkan. Namun, koneksinya tidak bagus.]
[Koneksi tidak stabil.]
[Sebagian besar kekuatan tak dapat digunakan.]
[Hanya beberapa kekuatan yang saat ini dapat diakses.]